Kamis, 02 Juli 2020

Dear, MySelf

     Apa teman-teman kalian atau kalian sendiri sangat abai dengan tugas sampai harus menjiplak tugas orang lain? Entah kenapa, sering sekali (khususnya di jaman online class seperti ini) banyak teman-teman saya yang lupa akan suatu tugasnya, sampai-sampai seseorang harus mengingatkan "Hey, jangan lupa besok kalian presentasi ya" atau "Hey, sudah buat makalah untuk besok?" Padahal orang itu bukan bertugas atau bagian kelompok mereka. Kenapa teman-teman saya sangat santai sekali dengan tugas-tugasnya. Kadang saya bertanya, "Kok bisa?". Yaa, memang, saya juga santai dalam mengerjakan tugas. Tapi sesantai-santainya saya, saya tetap tidak santai kalau tugas belum saya kerjakan.
     Tanggal 2 Juni yang lalu, ada suatu kejadian. Ada kelompok yang merename makalah dan ppt suatu mata kuliah lain untuk digunakan di mata kuliah lainnya. Jadi gini, si "Mawar" adalah anggota kelompok di mata kuliah  A dan B yang kebetulan materinya sama persis. Di mata kuliah A, "Mawar" sekelompok dengan saya. Sebagian besar yang buat makalah A adalah "Melati" dan untuk ppt yang buat adalah saya. Di mata kuliah A, kami adalah kelompok 2, masih kelompok awal. Tiba-tiba, dipertemuan terakhir mata kuliah B, jengjeng..  Dosenku bilang, "Pptnya bagus, pasti yang buat perempuan" (Fyi: di kelompok mata kuliah B itu tidak ada perempuannya). Langsung, teman-teman dekatku di grup kami pada bertanya, "Pril, itu ppt kamu?" "Makalahnya sama persis?". Aku yang tadinya kurang engeh, langsung cek grup kelas, buka makalah dan ppt kelompok mata kuliah B. Wtf. Apa-apaan coba, kelompok mata kuliah B cuman ganti nama pembuat dan menghapus contoh kasus yg ada di makalah mata kuliah A. Di pptnya pun begitu. Walaupun ada si "Mawar", apa susahnya minta izin dulu ke anggota lain untuk menggunakan makalah mata kuliah A di mata kuliah B. Kan yang buat makalah bukan si "Mawar" Seorang. 
     Saya gemetar (syok). Mungkin ini yang dirasakan orang-orang kalau karyanya di plagiat. Saya masih diam. "Melati" sudah mengungkapkan kekesalannya di grup kelas. Tapi sebagian orang menganggap "Melati" bercanda. Saya dan "Melati" saling kirim teks melalui jaringan pribadi. Tidak tahan karena kekesalan "Melati" dianggap bercanda. Saya rasa saya tidak boleh diam terus. Semakin saya diam, takutnya orang-orang semakin bertingkah seenaknya. Akhirnya saya mengirim teks digrup kelas. Barulah, keluar petuah-petuah "jadikan ini sebuah pelajaran" dari temanku di grup kelas. Semua langsung diam. Mereka tidak tahu harus berkata apa. Fyi: saya jarang/nggak pernah nimbrung di grup kelas dan saya merasa ketika saya bersikap biasa aja, teman-teman kelasku pada terlihat canggung dengan ku (entah kenapa). Entahlah, setelah aku mengirim teks itu, apa hubungan kami akan semakin canggung atau tidak. 
     Bukan apa, mungkin banyak pesan dari cerita ini yang bisa kalian ambil. Tapi pesan yang paling ingin saya sampaikan, "Jangan terlalu santai. Ayo saling bertanggungjawab dengan tugasnya masing-masing. Dan jangan mau jadi seorang plagiator. Izin dulu kepada si Pembuat ketika kalian mau menggunakan sesuatu hasil dari si Pembuat."


Minggu, 31 Maret 2019

Pentingnya Hubungan Intensif antara Orangtua dan Anak


Keluarga adalah sekolah pertama bagi seorang anak. Pepatah mengatakan “Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya”. Pribadi dan tingkah laku seorang anak dapat dilihat dari pribadi dan tingkah laku orangtuanya. Seorang anak dengan salah satu dari kedua orangtuanya bisa dikatakan “Bagai pinang dibelah dua”. Hubungan orangtua dan anak sangatlah dekat. Semakin beranjak dewasa, seorang anak dapat melihat dunia yang begitu luas. Akan banyak hal baru yang mereka ketahui. Entah itu hal positif, maupun hal negatif. Rasa penasaran yang mendalam dapat menjerumuskan mereka ke lubang yang belum pasti benar. Jika sosialisasi pertama yang diberikan oleh kedua orangtua anak tersebut sempura, bisa dipastikan anak tersebut dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Sebaliknya, jika kedua orangtua tidak dapat memberikan sosialisasi yang sempurna kepada anak mereka, anak tersebut bisa melakukan hal menyimpang yang melanggar aturan dan norma yang berlaku di masyarakat sekitar.
Masalah pekerjaan dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menyebabkan semakin longgarnya hubungan anak dan orangtua. Mengapa? Kedua orangtua yang memiliki jam kerja “Berangkat pagi pulang malam” menyebabkan sedikitnya waktu kebersamaan yang terjadi di keluarga tersebut. Zaman sekarang, kecanggihan teknologi bagaikan barang adiktif bagi yang menggunakannya. Dengan adanya teknologi, khususnya handphone, semua orang mengabaikan segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Lupa waktu, lupa belajar, lupa kerja, lupa makan, lupa anak, lupa orangtua, lupa kewajiban, dan lupa segalanya.
Untuk saling menjaga keharmonisan yang terjadi di dalam keluarga tersebut maka seringkanlah diadakan interaksi mengenai kegiatan sehari-sehari yang mereka jalani hari itu. Adanya kegitan yang dilakukan bersama juga, seperti berkebun dan rekreasi, dapat mempererat hubungan anak dan orangtua. Tidak ada seorang anak yang menginginkan orangtuanya bersedih karena perbuatannya. Tidak ada orangtua yang menginginkan anaknya menjadi buruk di kemudian hari. Maka dari itu, hubungan intensif antara anak dan kedua orangtuanya sangatlah penting.

Minggu, 26 Agustus 2018

Peran dan Fungsi Mahasiswa di Era Milenial

     Berbeda tahun, berbeda pula zamannya. Semakin cepatnya waktu beranjak. Tak terasa memang, tapi itulah yang terjadi. Di Era Milenial yang selaras dengan Era Modernisasi yang terus meningkat, menyebabkan persaingan hidup yang semakin ketat. Dimana semua orang berbondong-bondong mengikuti era digital agar tidak ketinggalan zaman. Bukan hanya dalam bidang ekonomi, bisnis, dan teknologi saja. Dalam bidang pendidikan pun begitu. Dimana para orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah favorit agar mendapatkan fasilitas yang canggih dan juga ilmu yang baik dari pengajarnya dalam hal mencari ilmu dari bangku sekolah dasar hingga menjadi sarjana.
     Menjadi mahasiswa dan bergelar sarjana tidaklah mudah. Dengan mengikuti alur pendidikan yang disediakan pemerintah, belum tentu "gelar" mahasiswa sekaligus sarjana dapat ditempuh oleh peserta didik yang masih "bergelar" murid dan siswa. Berbeda masa, berbeda zaman. Di Era Milenial ini, mahasiswa dituntut kritis dalam segala hal untuk mencari yang tidak tahu dan menggali lebih dalam apa yang sudah diketahui sebelumnya. Menjadi mahasiswa pun bukan sekedar untuk mendapatkan gelar sarjana atau hanya mendapatkan ilmu belaka. Seorang mahasiswa harus mengamalkan ilmu yang di dapat juga menyalurkannya kepada orang lain.
     Menjadi mahasiswa di Era Milenial ini, dengan segala fasilitas dan teknologi yang mudah dijangkau seperti android, wifi, internet dan lain-lain sebaiknya seorang mahasiswa dapat memanfaatkan itu semua dengan baik dan bijak dengan saling berbagi ilmu serta memberikan hal-hal positif kepada banyak orang. selain itu, mahasiswa juga bukan sekedar menjadi dewasa dalam berfikir dan bertindak, tetapi dapat juga berkarya dalam persaingan di Era Milenial yang akan terus berjalan.